citaku, semangatku

Salam sahabat.....memulai dengan Bismillah diiringi dengan sebuah senyuman ^_^

cita dan semangat mengiringi langkah ini, mengurainya menjadi pijakan untuk tetap menebar kebaikan. Menapaki jejak-jejak menuju perbaikan diri dan tetap kokoh di atasnya, InsyaAllah...


Jumat, 23 September 2011

Air mata Rasululullah

Bismillah…..

Kembali aku menunduk hening, mataku basah, air mataku menitik….tiap membaca kalimat cintanya yang mengisahkan beratnya perjuangan sang Rasul akhir zaman, penutup para Nabi. Dengan berlinang air mata, bibirnya bergetar seakan ingin mengatakan sesuatu. Ali mendekatkan telinganya ke Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam, “Jagalah shalat dan jagalah orang-orang lemah diantara kamu.” Di luar ruangan, ada tangisan, ada kegaduhan. Para sahabat saling berpelukan. Fatimah menutup wajahnya dengan kedua tangan. Sekali lagi,Ali mendekatkan telinganya ke Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam  dan dengan mulut yang telah membiru serta air mata berlinang Rasulullah berucap lirih “Ummati….ummati…ummati….” “Umatku…umatku…umatku”  itulah kata terakhir yang ia ucapkan saat sang maut menjemputnya. Hari itu...”Tidak ada hari yang lebih gelap dan muram daripada saat Rasulullah wafat, kata Anas Ibn Malik”. Hari itu isak tangis menyatu. Air mata membanjiri setiap muslim. Hari itu Madinah benar-benar riuh dengan tangisan.
Dan suasana semakin kalut dan membingungkan ketika seorang lelaki berteriak-teriak “Sesungguhnya beberapa orang munafik beranggapan bahwa Rasulullah meninggal dunia”, kata sosok tinggi besar itu. Banyka orang berhimpun di sekelilingnya hingga yang dibelakang harus berjinjit untuk mengenali bahwa si gaduh itu adalah ‘Umar ibn Al Khaththab. “Sesungguhnya beliau tidak wafat!”, ia terus berteriak dengan mata merah berkaca-kaca dan berjalan hilir mudik ke sini- ke sana. “Sesungguhnya beliau tidak mati!. Beliau hanya pergi menemui Rabb-Nya seperti Musa yang pergi dari kaumnya selama 40 hari, lalu kembali lagi pada mereka setelah dikira mati! Demi Allah, Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam pasti akan kembali! Maka tangan dan kaki siapapun yang mengatakan beliau telah meninggal harus dipotong!
‘Umar masih terus berteriak-teriak bahkan menghunus pedang ketika Abu Bakr datang dan masuk ke bilik Aisyah, tempat di mana sang jasad Nabi terbaring. Disibaknya kain berwarna hitam yang menyelubungi tubuh suci itu, dipeluknya Sang Nabi , dengan tangis. “Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu…”. Bisiknya. “Allah tidak akan menghimpun dua kematian bagimu. Kalau ini sudah ditetapkan, ‘engkau memang telah meninngal,’ Abu Bakr mencium kening Sang Nabi. “Alangkah wanginya engkau di kala hidup, alangkah wangi pula engkau di kala wafat.”
‘Umar msih mengayun-ayunkan pedang ketika dia keluar.”…Kaki dan tangannya harus dipotong!. Dipotong!” teriak Umar
“Duduklah hai ‘Umar!”, seru Abu Bakr. Tapi ‘Umar yang bagai kesurupan tak juga duduk. Orang-orang, dengan kesadaran penuh mulai mendekati Abu Bakr dan meninggalkan ‘Umar. “Barang siapa menyembah Muhammad, maka sungguh Muhammad telah wafat,”katanya berwibawa, “Tapi barangsiapa menyembah Allah, sesungguhnya Allah hidup kekal!” Abu Bakr lalu membaca ayat yang di baca Mush’ab ibn ‘Umair menjelang syahidnya, saat tubuhnya yang menghadapi panji Uhud dibelah- belah dan tersiar kabar bahwa Rasullullah terbunuh.
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jika dia mati atau terbunuh kalian akan berbalik ke belakang? Dan barangsiapa yang berbalik ke belakang maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun. Dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 144)
‘Umar jatuh tertunduk mendengar ayat ini. Pedangnya lepas berdentang dari genggaman. Dengan gumaman diselingi isak, disimak dan dilafalkannya ayat yang dibaca Abu Bakr. “Demi Allah, setelah aku mendengar Abu Bakr membacakan ayat itu, akupun tersadar dari keguncangan hingga aku jatuh tersungkur di atas tanah, dan aku tidak kuasa melangkahkan kedua kakiku. Setelah itu, aku mengerti kalau Rasulullah benar-benar telah tiada. Demikian juga yang lain. Mereka semua membaca ayat itu. Seolah-olah ayat itu baru saja turun. Seolah-olah mereka tak pernah mendengar ayat itu sebelum Abu Bakr membacakannya.
Telah berpulang pemimpin dan penutup para Nabi dan Rasul. Telah berpulang pemimpinnya para pemimpin. Telah berpulang panglimanya para panglima. Telah berpulang manusia yang paling taqwa di sisi Allah Swt. Kepergian beliau telah mengguncang kota Madinah karena warganya diselimuti kesedihan yang sangat mendalam, dan telah meng-gelapkan dunia di mata para penghuninya.

“Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas diri Muhammad dan atas keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan shalawat atas Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya engkau Maha terpuji dan Maha Mulia”
“Ya Allah, berilah keberkahan atas diri Muhammad dan atas keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan keberkahan atas Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya engkau Maha terpuji dan Maha Mulia”